Selasa, 02 Februari 2016

Dia, Luar Biasa

Wajahnya memerah. Matanya berkaca-kaca menahan air mata yang hampir tertumpah. Dia mencoba bertahan dengan sekuat tenaga untuk tidak meneteskan air mata di depan keluarganya, terutama anaknya. Dia harus kuat, agar keluarganya pun kuat. Dia berusaha untuk selalu tegar. Tapi aku yakin dia tidak sekuat itu. Aku melihatnya, lelaki paruh baya itu menangis tersedu-sedu di parkiran  mobil. Dia hancur, dia tak berdaya sama sekali. Dia harus menghadapi kenyataan bahwa seorang yang sangat dia cintai, seorang yang sudah menemaninya hampir 27 tahun itu telah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Mereka harus terpisah antara ruang dan waktu. Aku yang melihatnya dari kejauhan pun dapat merasajan kesedihan yang mendalam itu. Sungguh menyakitkan.
            Anak perempuannya masih berusia 11 tahun. Anak itu terlihat sangat terkejut dengan kejadian tersebut sampai tak dapat berkata apa-apa. Anak itu hanya terdiam murung, dengan wajah pucat. Jelas saja, anak mana yang tidak kaget ditinggalkan ibunya untuk selama-lamanya? Di usianya yang baru mau menginjak masa remaja, seharusnya anak itu bisa menghabiskan banyak waktu dengan ibunya. Entah sebagai pembimbingnya ataupun hanya sebagai teman curhatnya. Lalu lelaki itu menggenggam tangan anaknya erat-erat, meyakinkan bahwa inilah rencana Tuhan yang terbaik. Meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Dia harus menjadi seorang ayah, sekaligus seorang ibu untuk anaknya. Dia harus bekerja extra-keras. Walaupun terkadang ia tampak kewalahan tetapi dia tetap berusaha. Aku bisa melihat betapa besarnya kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Dia selalu berusaha untuk membuat anaknya senang, dan tak larut dalam kesedihan. Dia sungguh lelaki yang kuat, ayah yang luar biasa.
 6 tahun telah berlalu sejak kejadian itu. Sekarang usianya menginjak 56 tahun. Tubuhnya semakin kurus, wajahnya menua, dan matanya semakin sayu. Tetapi dia masih seorang yang kuat dan hebat. Sampai sekarang dia masih bekerja keras untuk membiayai kebutuhan anak satu-satunya itu yang baru saja duduk di bangku perkuliahan.
Dia adalah ayahku. Seorang yang selalu bekerja keras untukku. Seorang yang selalu berusaha menghiburku. Seorang yang selalu ada untukku. Aku melihat semuanya, aku  melihat bagaimana ia berjuang untuk melawan kesedihan walaupun sesekali terlihat di matanya terbesit kerinduan, kerinduan yang amat mendalam. Dia adalah ayah terbaik yang pernah kukenal. Terima kasih ayah. Aku berjanji kelak aku akan membahagiakanmu dan membuatmu bangga.


-Josh-

0 komentar:

Posting Komentar